Jumat, 28 Oktober 2011

Sejarah Banyuwangi

Bab I
                   Kerajaan Belambangan

Berawal dari kata**.
Ø  Ber-lambang-an artinya banyak lambang
Ø  Hamblambang artinya mengalir
Ø  Mblambang artinya melimpah ruah kekayaan alamnya
Ø  Belamboang

Text Box: SonangkoroSonangkoro adalah umbul-umbul kerajaan Belambangan yang  mempunyai warna  dasar merah bergambar kepala srigala yang sedang mengaum Menurut Mishadi dari hasil wawancara dengan Sayu Darmani (Temenggungan), bahwa ibunya yang bernama Sayu Suwarsih telah lama menyimpan Sonangkoro tersebut, namun ketika dirasa tidak kuat lagi mengemban amanah tersebut, maka dibuanglah satu kotak pusaka yang berisi Umbul-umbul Sonangkoro, cemeti dan Lebah pencari musuh.


























A. Awal mula berdirinya Kerajaan Belambangan 
Tahun 1293 Raden Wijaya (Prabu Kertarejasa Jayawardana ) meminta Arya Wiraraja  untuk membantu menguasai kerajaan Kediri yang saat itu dipimpim oleh Jayakatwang. Setelah berhasil menaklukkan Kediri, maka diberikanlah separuh wilayah kekuasaan Singosari kepada Raden Wijaya, dan  pada tahun 1294 berdirilah kerajaan Belambangan dengan pusat kerajaan di Lumajang.Majapahit dan Belambangan merupakan kerajaan yang saling menghargai satu sama lainnya dan sama-sama kerajaan Merdeka yang saling bekerjasama. Sebagai ungkapan terimakasih, Arya wiraraja yang mempunyai seorang putra bernana Aria Nambi yang mengabdi kepada kerajaan Majapahit.PAda masa Prabu kertarejasa Jayawardani memerintah sampai dengan tahun 1308, setelah wafat digantikan oleh Raden Kalagemet yang bergelar Prabu Joyonegoro.Namun Prabu Joyonegoro memerintah dengan kurang bijaksana, sehingga banyak terjadi pemberontakan dari beberapa patihnya yakni Ronggolawe, Aria Sora, Juru Demung, Gajah Biru, Aria Semi dan Ra Kuti, yang mengakibatkan runtuhnya kerajaan Majapahit. Joyonegoro terpaksa menyingkir di desa Bedander dengan dikawal oleh Pasukan Bhayangkari yang dipimpin oleh Gajah Mada, sehingga peristiwa ini disebut peristiwa Bedander.
Joyonegoro yang berambisi ingin memulihkan kerajaan Majapahit, membuat Aria Nambi tidak betah tinggal di kerajaan Majapahit, sehingga mengundurkan diri dengan alas an ayahnya yakni Arya Wiraraja sedang sakit.Namun kepulangan Nambi membuat Joyonegoro marah dan menganggap Belambangan ingin mengadakan perlawanan, maka terjadilah pertempuran antara kerajaan Majapahit dan Belambangan.
Pada tahun 1311, Arya Wiraraja meninggal Dunia dan kedudukan digantikan oleh Aria Nambi, dan mulailah antara kerajaan Belambangan dengan Bali terjalin kerjasama dalam bidang pertahanan.
Pada tahun 1328, Prabu Joyonegoro terbunuh oleh Ra Tanca yang merupakan Tabib Istana di kerajaan Majapahit, dan Ra Tanca akhirnya dihukum mati oleh Patih Gajah Mada. Kedudukan Majapahit digantikan oleh Ratu Gayatri, kemudian karena usia beliau sudah lanjut, maka diserahkanlam kerajaan Majapahit kepada Dyah Ayu Sri Gitarja yang bergelar Ratu Ayu Tribuana Tunggadewi yang menikah dengan Raden Kertawardana (Raden Cakradara), yang memerintah sejak tahun 1328 – 1350, dengan patihnya yaitu Gajah Mada yang menggantikan Aria Tadah sebagai Mentri. Dan saat dilantik terucaplah sumpah Amukti Palapa yang berbunyi, “Aku tidak akan berpesta pora dan tidak akan makan buah Palapa sebelum Nusantara bersatu dibawah panji-panji Majapahit.
Sekitar tahun 1332 Prabu Aria Nambi, meninggal dunia, dan sekita tahun 1350 Sri Ratu Tribuana Tunggadewi meninggal dan digantikan oleh putranya yitu Hayam Wuruk. Disaat inilah Gajah Mada mampu mewujudkan sumpah amukti palapanya dan Majapahit mengalami msa keemasan II. Pada tahun 1364, Patih Gajah Mada meninggal dunia.
 Pada tahun 1389 Hayam Wuruk mengundurkan diri dan kedudukannya digantikan oleh Kusumawardani dengan gelar Sri Ratu Ayu Ratna Kanigara, dan menikah dengan sepupunya sendiri yaitu Wikramawardana.

B. Perang Paregreg
Atas restu Hayam Wuruk dingangkalah Bhree Wirabumi untuk menjadi raja di kerajaan Belambangan dan menikahi Dyah Negarawardani adik dari Wikramawardana dengan pusat kerajaan di Banger Probolinggo kemudian memindahkannya ke Muncar.
Pada tahun 1399, putra dari Wikramawardana yaitu Hyang Wekas Ing Soka meninggal dunia, dan membuat beliau merasa putus asa dan mengundurkan diri intuk menjadi Resi, dan mengangkat Dewi Suhita menggantikan kedudukannya. Tindakan tersebut, oleh Bhree Wirabumi dinggap menyalahi aturan, sehingga membuat emosi dan pertentangan antara Majaphit dan Belambangan menjadi mengerucut dan terjadilah perang saudara berkisar antara tahun 1402-1406. dan peristiwa ini disebut  “Perang Paregreg”. Dalam perang tersebut, Bhree Wirabumi terbunuh oleh Raden Gajah putra Majapahit.

C. Blambangan Dipimpin Oleh Menak Dedali Putih
Pada Tahun 1500, Menak Dedali Putih menjadi penguasa di Kerajaan Belambangan dan mempunyai dua orang putra yakni Santaguna dan Putri Sekardalu. Suatu ketika Belambangan terserang wabah penyakit dan banyak penduduk yang mati, sehingga Menak Dedali Putih mengeluarkan sebuah pengumuman, barangn siapa bisa mengobati penduduk Belambangan, jika perempuan akan diangkat menjadi saudaranya dan jika laki-laki akan dinikahkan dengan putrid Sekardalu.Tersebutlah seoranng dsenga julukan Syeh Wali LAnang yang berasal dari Mesir mampu menyembuhkan banyak penduduk Belambangan, sehingga sebagai seorang Raja Menak Dedali Putih menepati janjinya. Maka dinikahkanlah Syeh Wali Lanang dengan putrid Sekardalu dan diberi kedudukan di Pobolinggo. Setelah menikah, syeh Wali Lanang meneruskan tujuannya menjadi pengembara di pulau Jawa, yakni menyebarkan agama islam.Pada masa itu Menak Dedali Putih masih beragama hindu, sehingga menganggap Syeh Wali Lanang menyebarkan agama sesat. Maka diusirlah Syeh Wali Lanang dari tanah Belambangan.Saat itu Putri Sekardalu sedang mengandung tiga bulan. Setelah bayi dalam kandungan putri Sekardalu lahir, ternyata laki-laki. Karena takut membalas dendan kepada Prabu Menak Dedali putih yang telah mengusir ayahnya,maka Menak Dedali putih menyuruh untuk membuang bayi trersebut ke laut.
Bayi tersebut akhirnya ditemukan oleh seorang nelayan dan diberi nama Bayu Samudra. Lalu bayi tersebut diserahkan kepada seorang Janda yang bernama Nyi Ageng Serang yang bertempat tinggal di Gresik dan beliau memberi nama bayi tersebut dengan sebutan Raden Paku. Setelah menginjak dewasa, maka Raden Paku menimba ilmu kepada Sunan Ampel dari Surabaya.Ketika dirasa keilmuan Raden Paku sudah mencukupi, maka pulanglah Raden Paku dan mendirikan sebuah pesantren kecil di Giri-Gresik, Sehingga banyak juga yang memberi julukan kepada Raden Paku dengan sebutan Sunan Giri.





















D. Keluarga Besar  Prabu Tawang Alun















Pangeran Tawang Alun memerintah kerajaan kedawung pada th.1685-1686.Politik adu domba belanda mengakibatkan mas Wila berambisi menduduki tahta kerajaan .akhirnya MAs Wila mengambil alih kedudukan kerajaan Belambangan dan  Pangeran Tawang Alun yan memiliki sifat bijaksana & berbudi luhur, demi keutuhan keluarga istana, pada tahun 1686 dengan sukarela menyerahkan kekuasaan kepada mas Wila sebagai raja di Istana Kedawung  dengan gelar Pangeran Prabu Mas Wilabrata sedangkan Mas Ayu Tunjung sekar diangkat menjadi patih dan putra Mas Wila yaitu Mas Wilataruna ditunjuk sebagai panglima perang kerajaan, di lain pihak Tawang alun beserta  40 pengikutnya menyingkir dan membangun pedesaan di wana Bayu Songgon
Sementara itu rakyat Kedawung yang hidup dalam kecemasan telah mendengar peri kehidupan rakyat Bayu yang aman dan  damai, maka banyak penduduk di Kedawung pindah ke Desa Bayu. Terdorong oleh watak keras Mas Wila yang kurang bijaksana, beliau amat murka mendenar banyak penduduk yang berpidah ke Bayu dan langsung memberi perintah kepada patih dan  panglima perang untuk mengerahkan prajurit guna menggempur Bayu.
Pertempuran saudara tidak dapat dihindarkan dan pertempuran berkobar dengan sengitnya. Prabu Mas Wila, Mas Ayu Tunjung Sekar serta Mas Wilateruna gugur dalam pertempuran sengit dan perang saudara berakhir pd th 1687. Tahta singgasana kedawung diserahkan pd Mas Ayu Meloka dan  Mas Ayu Gringsing Retno diangkat ssebagai patih kedawung.

E. Berdirinya Istana Macan putih
Prabu Tawang Alun merasa menyesal atas terbunuhnya Mas Wilabrata, Mas Ayu Tunjung Sekar dan Wilateruna dan untuk pertaubatan, Tawang Alun melakukan Tapabrata di hutan Sudamara (lereng Gunung Raung), Prabu Tawang Alun dibangunkan oleh suara gaib yang mengisyaratkan beliau harus berjalan kearah utara, sesaat setelah melakukan perjalanan, bertemulah Prabu Tawang Alun dengan macan putih yang besarnya seperti kuda teji dan dengan penuh waspada Prabu Tawang Alun menaiki Macan putih tersebut yang kemudian macan putih tadi menunjukkan tempat dimana Prabu Tawang Aluin harus membangun lagi sebuah kerajaan baru yang akhirnya kerajaan tersebut dinamakan kerajaan macan putih. Kerajaan tersebut dibangun dengan batu bata merah dengan ukuran persatuannya panjang 1 m, lebar 0,5 m , tinggi 20 cm dengan pager berkeliling lengkap dengan parit sepanjang 4,5 km dan diselesaikan dengan kurun waktu 4 tahun 10 bulan dengan dibantu oleh penasehatnya yaitu Mas Bagus Wongsokaryo dan masa kepemimpinan Tawang Alun, kerajaan Blambangan memasuki jaman Keemasan.
Pada tahun 1691, kanjeng sinuwon Prabu Tawang Alun meninggal dunia, dan digantikan oleh putranya yaitu Sosronegoro yang memerintah sampai dengan tahun 1698,Namun karena Sosronegoro jiwanya labil maka kakanya yang bernama Mas Macan Apura yang dibantu oleh penasehatnya yaitu Endog sawiji, pada tahun 1697, meletus perlawanan Mas Macan Apura, karena Sosronegoro emosinya tidak terkendali dan membunuh semua orang ditemuinya, maka datanglah Wongsokaryo yang dengan meminta persetujuan seluruh penduduk Blambangan serta Mas Macan Apuro untuk membunuh Mas Sosronegoro yang sudah kalap dengan tombaknya yang bernama kyai baru klithik. Maka diserahkannyalah tombak tersebut kepada Mas Macan Apuro, namun karena tidak tega membunuh adiknya sendiri, beliau meminta Raden Ngebehi untuk mumbunuh Mas Sosronegoro kala lengah dan kepayahan. Setelah mas Sosronegoro meninggal, kedudukan kerajaan dikendalikan oleh Mas Macan Apuro sampai dengan tahun 1701.
Akibat perang yang berkecamuk, istana macan putih rusak berat dan pusat kerajaan dipindahkan ke Wijenan kecamatan Singojuruh, Wongsokaryo sendiri meninggal dunia dan dimakamkan di Cungking Banyuwang yang dikenal sebagai Mbah buyut Cungking.
Setelah Mas Macan Apuro meninggal, penggantinya adalah Mas Purbo dengan gelar Pangeran Danurejo atas restu Gusti Dewa Agung dari kerajaan Klungkung yang selama ini sudah bekerjasama dengan Prabu Tawang Alun untuk mengusir Belanda dan merasa mempunyai beban moral untuk menyelesaikan persengketaan di tanah Belambangan. Danurejo berkuasa selama 8 tahun yaitu pada 1701 – 1708 dan memerintahkan untuk membuka istana baru di wilayah Kawedanan Rogojampi dengan usaha yang tiada henti untuk kembali menyatukan Belambngan.

F. Peran Wong Agung Wilis
Setelah Danurejo meninggal, pada tahun 1736 atas persetujuan Gusti Dewa Agung dari kerajaan Klungkung pula diangkatlah Mas Nuweng yang bergelar Danurejo sebagai raja Belambangan dengan Walinya yang bernama Ronggosetoto.dan Mas Sirna yang bergelar Wong Agung Wilis sebagai sebagai Patih. Setelah Mas Nuweng yang mendapat gelar Danuningrat dewasa, maka kekuasaan dikendalikan sendiri oleh Danuningrat dengan keinginan ingin lepas dari pengaruh Bali. Karena Ronggosetoto dan Wong Agung Wilis selalu condong ke Bali, maka untuk menghindari persengketaan dengan Danuningrat. Wong Agung Wilis bersemedi di Rajegwesi antara lain bertapa di pantai lampon, gunung Dodong, dan akhirnya membuat sanggar kecil di Tumpeng pitu kecamatan Pesanggaran.

G. Peristiwa Di Pakem-Banyuwangi Dan Pantai Seseh-Bali
Dilain pihak, para perompak dari Bugis berjumlah 800 orang yang dipimpin oleh Daeng Pangersah dan Daeng Pageruyung telah tiba di Belambangan dan bersaing dagang dengan portugis, Cina dan VOC. Dan membangun kubu-kubu di pakem, dan Ingris juga membangun kantor perdagangan yang sekarang terkenal dengan Gedung Inggrisan.
Danuningrat merasa kedudukannya terancam oleh kedatangan orang Bugis tersebut, sehingga mengutus Singomumpuni untuk meminta bantuan kepada Wong Agung Wilis membasmi pasukan Bugis tersebut, Namun Wong Agung Wilis tidak bersedia, sehingga pulanglah Singomumpuni menghadap dan melaporkan keadaan tersebut kepada Danuningrat. Namun sepeninggal Singomumpuni, Wong Agung Wilis bertemu dengan Ronggosetoto yang berhasil membujuk Wong Agung Wilis untuk menumpas pasukan bugis.
Pada malam yang ditentukan, diseranglah perompak Bugis, dan kurang lebih 500 pasukan Bugis gugur sekaligus pemimpinnya yang dimakamkan di Pakem dan peristiwa ini disebut Bong Pakem.
Danuningrat yang sudah kurang suka terhadap Ronggosetoto, mulai mencari kesalahan dan Ronggosetoto ditangkap dan disiksa namun Ronggosetoto amat sakti sehingga tidak bisa dibunuh, akhirnya Ronggosetoto dengan ikhlas memberitahu letak kelemahannya, maka gugurlah Ronggosetoto dan disemayamkan di desa Lugonto Rogojampi.
Mendengar Danuningrat prilakunya sudah kelewat batas, maka dipanggillah Danuningrat oleh Gusti Dewa Agung dari kerajaan Klungkung dan Cokorde Menguwi untuk segera menghadap. Setelah sampai di Bali, Danungrat diadili dan dihukum pancung dan jasadnya dimakamkan di pantai Seseh Bali.
Kebijakan VOC diwilayah Blambangan yang sewenang-wenang,eksploitif dan kejam sehingga terlahir rezim otoriter, memonopoli perdagangan dan memanjakan penguasa lokal, melancarkan politik devide et empera serta menciptakan jurang pemisah antara rakyat dan pemimpin
Pemerintahan Blambangan saat itu diserahkan kepada Ketut Ngurah Dewa yang berwatak keras dan secara perekonomian bekerjasama dengan pedagang Inggris. Belanda sendiri sudah mengangkat Mas Anom dan Mas Weka  (Keluarga Danuningrat}sebagai raja di kerajaan Belambangan, padahal dilain pihak, rakyat Belambangan sudah mengangkat Wong Agung Wilis sebagai raja Belambangan. Maka  pertempuran juga terjadi antara Mas Kembar untuk menumpas raja Ketut dan pengikutnya, sedangkan Mas Ayu Nawangsasi istri dari Danuningrat dengan beberapa putra-putrinya meninggalkan Blambangan dan pergi ke Bangkalan-Madura dan dipersunting Pangeran Cakraningrat IV, putranya yakni Mas Alit dan Mas Thalib diasuh oleh panembahan Rasamala.  
Dengan di angkatnya Mas Weka dan Mas Anom sebagai raja Blambangan oleh Belanda yang bersamaan saat itu Wong Agung Wilis sudah diangkat sebagai raja oleh rakyat.Meski setelah itu mas kembar  hanya memerintah 1 tahun yakni 1766-1767 dibuang ke  Selong Pasuruan.setelah  berhasil menginformasikan kedudukan Wong Agung Wilis yang berhasil ditangkap oleh Belanda dan dijebloskan ke penjara, meski Wong agung Wilis pada akhirnya bisa meloloskan diri dan kembali berjuang, Dan kembali tertangkap dan di penjara di Selong dekat Pasuruan.. Untuk kesekian kalinya Wong Agung Wilis berhasil meloloskan diri dan menuju pulau Dewata, sekitar tahun 1980 an Wong agung Wilis meninggal dunia dan dimakamkan di pantai seseh Bali. Perjuangan dilanjutkan oleh MAs Pambeg dengan sebutan Rempeg Jagapatis yang diangkat menjadi Raja Belambangan pada tanggal 24 September 1771
Untuk kesekian kalinya Belanda mengangkat Sutanegara dan Wangsengsari, meski mereka pada akhirnya memihak kepada Cokorde Menguwi dan membantu perjuangan rakyat Belambangan.Mereka berdua ditangkap oleh Kapten Luzack dan di buang ke pulau Edam.
Pengangkatan penguasa Belambangan yakni patih Kanoman oleh Belanda dengan gelar Tumenggung Jaksanegara yang mengemudikan pemerintahan 1771-1773. Pada masa ini mas Pambeg atau Rempeg Jagapati sebagai keturunan dari Prabu Tawang Alun terus berjuang melawan Belanda sampai titik darah penghabisan dengan adanya perang Puputan Bayu. Dan tanpa sepengetahuan Belanda Tumenggung Jaksanegara menghimpun kekuatan untuk membantu perelawanan Rempeg JAgapati melawan Belanda. Sehingga pada akhirnya Tumenggung Jaksanegara diburu oleh Belanda, namun beliau berhasil meningkir, dan meninggal serta dimakamkan di daerah Boyolangu.

H. Proses  Terjadinya Perang Puputan Bayu
o      Tanggal 3 Agustus 1771; 70 orang pribumi bersenjata lengkap dikirim VOC dipimpin oleh Biesheuvel, di medan pertempuran banyak pasukan membelot kepada Rempeg jagapati.
o      Akhir Agustus pemimpin VOC dibantui dengan Imhof dan L.Monte, bantuan dari bupati-bupati pantai utara jawa.
o      22 September 1771 meminta bantuan 150 orang Eropa.dan 1000 orang pribumi dari jawa, yogyakarta dan Batavia. Sedangkan Rempeg Jagapati dibantu oleh 2000 rakyat Blambangan ditambah 300 pasukan bantuan dari Bali.
o      Awal November 1771, Biesheuvel gugur dalam pertempurandi Uluh Pang-pang, digantikan oleh Hendrik Schopoff dan menghancurkan gudang makanan yang ada di Banjar Glagah dan mampu menguasai Grajagan. Terutama dengan mengiming-imingi rakyat Blambangan dengan surat pengampunan apabila turun dari Bayu dan tidak membantu Rempeg Jagapati.
o      13-14 Desember oleh VOC dianggap sebagai ‘Minggu Kehancuran  karena saat VOC menyerang dari dua arah yakni susukan dan Songgon, malah terkepung dengan sendirinya sampai terdesak ke kota latheng, dan Kapten Reyges di Uluh Pang-pang, sedangkan Kapten Henrik terluka parah.
o      18 Desmber 1771 oleh Belanda dianggap sebagai “De Dramatische verniatiging van het compagniesleger ( Malam Dramatis }karena VOC  mendatangkan Bantuan 100000 orang dari berbagai daerah termasuk Bupati Alap-alap Sumenep Madura untuk menyerang 65000 orang Blambangan yang berada di Bayu. Ternyata perang tersebut adalah perang yang paling keji karena tiap orang blambangan tetangkap, maka kepalanya dipengal dan ditancapkan disepanjang jalan mulai Lincing Rogojampi, . Namun Bayu tetap tidak terkalahkan, hanya saja dari 65000 penduduk, 60000 mati,2500 ditangkap dan disiksa dan banyak yang di tenggelamkan di Uluh pang-pang. Sedangkan dari 100000 pasukan VOC, tersisa hanya beberapa gelintir saja. Bupati Alap-alap terbunuh oleh Rempeg Jagapati dan beliau  sendiri terluka kakinya kena sabetan tombak dan akhirnya Gugur. Pucuk pimpinan digantikan oleh Sayu (Wanita yang disucikan untuk dipersembahkan mengabdi kepada Dewa} Wiwit (namanya sendiri}. Sayu Wiwit merupakan  sosok wanita  yang senantiasa berpakaian seperti laki-laki putra dari Mas Gumuk Jati dari Kedathon Jember (di babad lain diterangkan beliau adalah putra dari Wong Agung Wilis} dan  setiap memimpin peperangan untuk melawan Belanda, Sayu Wiwit selalu seperti kejinan dan kesusupan rohnya Mas Ayu Prabu (Putra dari Wong Agung Wilis), serta senantiasa mampu menghimpun kekuatan untuk melawan VOC dibantu Bopo Endo.
o      11 Oktober 1771, Benteng Bayu dapat dikuasai oleh VOC dan Sayu Wiwit menyingkir ke lereng Gunung Raung. Sisa pasukan Sayu Wiwit banyak ditangkap dan dibuang ke Surabaya serta Batavia.

Kekhasan perang puputan Bayu
  1. Belanda mengakui sebagai perang palling dahsyat se tanah Jawa padahal tidak sumbut dengan hasil yang akan didapatkan di tanah Blambangan. Dituliskan oleh VOC di Bondowoso oleh Adison 1848 halaman 75-76 “ Daerah Blambangan adalah daerah di pulau Jawa yang sangat padat penduduknya, dan dibinasakan oleh VOC”
  2. Perang paling kejam
  3. VOC menghabiskan 8 Ton emas untuk membiayai perang tersebut
  4. Korban perang dari pasukan Blambangan  60000

Untuk meredam kemarahan rayat Belambangan maka dijemputlah  Mas Alit dan Mas Thalib yang selama ini di asuh oleh Panembahan Rasamala Bangkalan Madura yang pro kepada Belanda atas persetujuan juru kunci Blambangan yang juga  pro VOC dijemput untuk diangkat sebagai Bupati, Mas Alit di wisuda sebagai Bupati di istana Ulu Pang-Pang pada tahun 1773. Karena dirasa istana Ulu Pang-Pang kurang aman karena masih banyak perlawanan rakyat Belambangan, maka pada tanggal 24 Oktober 1773 Dipindahkanlah pusat pemerintahan di WanaTirtoganda /Tirto arum/ Banyuwangi. Pada tahun 1782, dengan akal licik Belanda, Mas Alit dibunuh di Gresik dan dimakamkan di Sedayu (buyut Sedayu}. Lalu digantikan berturut-turut kedudukannya oleh generasi Tawang Alun antara lain; Mas Thalib 1782-1818, Mas Suronegoro 1818-1832, Mas Wirya Danu Adiningrat 1832-1862, Pringgokusumo 1867-1881, Tumenggung Arya Suganda 1991-1888 putra Mataram, terakhir Astrokusumo a888-1889.

Penetapan Hari Jadi Banyuwang ada tiga hal, yakni;
1.      Kesejarahan,
2.      Kejuangan/Heroisme,
3.      filosofi yang mengandung nilai-nilai Pancasila.
Dari persyaratan diatas, maka pantaslah kiranya tanggal terjadinya  Perang Puputan Bayu yang puncaknya tanggal 18 Desember dijadikan sebagai landasan dan penetapan              Hari Jadi Banyuwangi.


I. Situs-situs petilasan Bumi Belambangan

1.                                    Tugu TNI 0032
Taman Makam Pahlawan yeng terletak dibibir pantai Boom, merupakan tugu untuk mengenang pertempuran tentara laut NKRI yang dipimpin oleh Letnan laut Sulaiman melawan AL,AD dan AU Belanda pada tanggal 21 Juli 1947. Tugu tersebut diresmikan oleh Presiden RI yang pertama yakni     Bung Karno.

2.                                    Konco Hoo Tong Bio
Dulu seorang yang bernama hooTong Bio dari daratan Cina yang menaiki perahu bertiang satu. Perahu tersebut kandas dan Hoo Tong Bio terdampar di pakem kemudian mendirikan klenteng diberi nama Klenteng Hoo Tong Bio 



3.      Gedung Juang ‘45
Sebelumnya adalah gedung sekiti (kamar bola sekaligus barr).Gedung Juang ’45 Kabupaten Banyuwangi direhab tahun 1982, diresmikan oleh PANGDAM V/ Brawijaya Mayjend. Sjaiful Sulun Tanggal 29 Januari 1986.  Awalnya di jaman Belanda dijadikan sebagai kamar bola. Disaat perang kemerdekaan 1945, Batalyon Hizbullah yang dipimpin  H. Mohammad Arifin bermarkas di sana. Jaman RIS-1953, gedung ini dijadikan Kantor Perwira Distrik Militer (PDM). Setelah ditinggal tentara-tentara PDM tempat ini dijadikan Gedung Nasional Indonesia (GNI) dengan pengelola Pemda Banyuwangi. Tahun 1960 GNI dijadikan Unit Universitas Jember dengan penyelenggara Pemda Banyuwangi serta kegiatan olahraga dan seni budaya sampai dengan tahun 1982, Gedung ini dijadikan sekretariat Panitia Pemilihan Daerah (PPD) Kabupaten Banyuwangi dalam penyelenggaraan Pemilu 1982. Bupati Joko Supaat Slamet-- mantan Dandim 0825 sejak 1963, usai Pemilu mulai merehab GNI untuk dijadikan Gedung Juang ’45. Dan Kabag Umum Pemda Royani yang menjadi penanggung jawab pengelolaan Gedung Juang ’45, diresmikan Pangdam V Brawijaya diketuai oleh Soewoto Purnawirawan TNI-AD yang  dikaryakan dibantu Panggal 17 Agustus 1985, DHC ’45 mulai berkantor di Gedung Juang ’45, selanjutnya didampingi Soewoko, Ketua DHC ’45 Djoko Supaat Slamet memimpin   rapat keluarga besar   sehubungan akan berkantornya 12 Ormas di Gedung Juang ’45. Usai rapat ruang-ruang yang diberi nama Pahlawan antara lain Letkol Istiqlah dan Kapten Ilyas menempatkan keluarga besar Pepabri dan LVRI di Gedung Juang ’45 juga.
Berdasarkan  surat Bupati Ir. H. Syamsul Hadi, Gedung Juang ’45 dikelola DHC ’45 Maka per 1 Juni 2004, DHC ’45 membentuk Badan Pengelola yang dipimpin oleh Noertjahjono lalu Dra. H. Sumartini Moenaris dan kala Sekda Ir. H. Soesanto Soewandi atas nama Bupati hadir pada Muscab Pepabri berharap ada Poliklinik untuk Posyandu Lansia. Dengan bekerjasama dengan Kabag Kesmas serta Dinas Kesehatan & KB, Di samping itu berdiri studio Radio Komunitas Bung Tomo yang bekerjasama dengan Kasubag RTF Humas  dan DHC’45 untuk menggelorakan semangat pembangunan yang disemangat nilai juang

4.      Benteng Utrecht (kodim)
Berada di batas selatan markas Kodim,dulu terdapat rumah nuansa portugis yang dijadikan sebagai tempat pengintaian Belanda terhadap gerak-gerik orang Blambangan di pendopo pada masa pemerintaha Mas Alit.



5.                                    Inggrisan
Dibangun oleh Belanda sekitar tahun 1766-1811, yang luasnya sekitar satu hektar, merupakan markas yang dulunya bernama Singodilaga, kemudian diganti  Loji ( Inggris = Lodge, artinya penginapan/ pintu penjagaan) yang disekitarnya dibangun gorong-gorong terhubung dengan kali lo (selatan) dan boom (timur), akhirnya diserahkan kepada Inggris setelah Belanda kalah perang (sumber Java’s last frontier.Margono.2007),selatan berupa perkantoran yg disebut Bire (sekarang telkom),dan Kantor pos. Depan Inggrisan tersdapat tegal loji ,selatannya adalah perkampungan Belanda (kulandan), timurnya adalah benteng Ultrech dan tempat penimbunan kayu gelondongan (sekarang gedung Wanita),sebelah utara dulu sebagai kantor regent dan garasi kereta mayat (sekarang Bank Jatim) dan perumahan Kodim sekarang, dulu adalah markas polisi Jepang/kompetai, lalu jaman Belanda dijadikan perumahan svout

6.      Masjid Jami’ Baiturrohman
Tanah Wakaf dari Mas Alit (Wiroguno I) yang direhap pertama kali pada masa Raden Tumenggung Pringgokusumo. Dulu terdapat kaligrafi bertuliskan Allah-Muhammad yang ditulis oleh Mas Mohammad  Saleh dengan pengukirnya Mas Saelan.

7.      Sumur Sri Tanjung
Ditemukan pada masa Raden Tumenggung Notodiningrat (1912-1920M).Terletak di timur pendopo Kabupaten. Sri Tangjung dan Sidepokse merupakan legenda turun temurun yang merupakan kisah asmara dan kesetiaan yang merupakan cikal bakal nama Banyuwangi.

8.      Makam-makam Bupati Banyuwangi
Barat pengimaman masjid jami’ Baiturrohman terdapat makam-makam Bupati Banyuwangi antara lain :Wiroguno II,(1782-1818), Suronegoro (1818-1832), Wiryodono Adiningrat (1832-1867), Pringgokusumo (1867-1881), Astro Kusumo (1881-1889). Sedangkan Bupati Mas Alit (1773-1781) gugur dan dimakamkan di Sedayu Gresik.


9.                                    Datuk Malik Ibrahim
Salah satu Waliyullah keturunan Arab Saudi yang banyak dikknjungi penziarah dari dalam dan luar Banyuwangi, terletak di desa Lateng Banyuwangi.

10.                                Watu Dodol
Sebuah Batu besar yang pernah ditarik oleh kapal Jepang, pernah dijadikan benteng pertahana Jepang pada masa prang dunia II, dan pada masa setelah kemerdekaan dijadikan tempat pendaratan Belanda antara lain:14 April 1946 yang mendapatkan perlawanan orang Banyuwangi dibawah kepemimpinan Pak Musahra (orangtua dari lurah Astroyu), 20 Juli 1946, Belanda mendapakan perlawanan dari Yon Macan Putih dipimpin oleh Raden Abdul Rifa’i dan Letnan Ateng Yogasana, 21 Juli 1947, Yon Macan putih menenggelamkan kapal dan tanker milik Belanda

11.                                Makam Wongsokaryo
Merupakan salah satu orang kepercayaan Prabu Tawang Alun karena (Wong =orang,su=baik,karyo=Bekerja) Wongso karyo mempunyai kesaktian,bijaksana dan wibawa. Kejadian luar biasa pada saat mengawal Prabu Tawang Alun menghadiri jamuan makan dari kerajaan Mataram, akibat kesombongan Pangeran Kadilangu guru Sri Sultan yang akhirnya menewaskan Pangeran Kadilangu dengan ilmu ghaib Wongsokaryo memanggil keris si Gagak dari perut Kadilangu.Makam Wongsokaryo terletak di desa Cungking, dan disana juga masih terdapat benda-benda pusaka yang masih menyimpan daya mistik.

12.                                Prabu Tawang Alun








Petilasan Prabu Tawang Alun
 
Areal Kedaton dan sanggar pamujan Prabu Tawang Alun raja Blambangan (1655-1691) yang saat itu pusat kerajaan terus berpindah dari umpak songo - Muncar, Kedawung, Songgon lalu ke Macan putih..Situs yang masih tersisa antara lain: Pelecutan (tempat musnahnya jasad Prabu Tawang Alun), Mahkuto Romo (tempat semedi Prabu Tawang Alun, yang pernah mengalami kejadian ketika desa macan putih diserang angin puyuh semua rumah rusak, namun mahkuto romo tidak rusak sedikitpun) , dan Watu Ungkal (sepasang batu yang pernah dibuang kelaut oleh pemilik tanah persawahan tersebut, namun 2 kali dibuang 2 kali kembali lagi ketempat asalnya.Dan jika kita berdiri diatasnya seolah-olah kita ditiup angin). Selain itu terdapat makam raja kaba-kaba  dibelakang kelurahan Macan putih.

13.  Makam Ronggosetoto
Terdapat makam Ronggosetoto yang  mana pada masa pemerintahan Prabu Danuningrat (1736-1767) dengan bantuan wong Agung Wilis mampu mengalahkan kurang lebih 400 pasukan bugis yang mampu membunuh pemimpin Bugis yaitu Daeng Pageruyung dan Daeng Pangersah dan makamnya  di pantai Pakem. Peristiwa ini disebut Bong Pakem. Namun karena adu domba, Ronggosetoto dihukum oleh Prabu Danuningrat, karena sakti, Ronggosetoto tidak mati-mati ketika disiksa (di Pagetasan), sehingga karena capek, ronggosetoto sendiri yang memberitahu kelemahannya.

14.  Makam Surangganti
Merupakan salah satu pusat kerajaan Belambangan yang dulu bernama Kuthabedah.Terdapat rumah tua yang merupakan areal pertempuran antara Wong Agung Wilis dengan Belanda.Pada 1767-1768 Wong Agung Wilis tertangkap dan di buang ke pulau Eden (Seribu) namun bisa lolos pada tahun 1778 pergi ke kerajaan Mangwi (Bali) dan Wong Agung wilis meninggal 1780 dimakamkan dipantai Seseh.Dan lateng pula dimakamkan Surangganti yang muncul sebagai pejuang belambangan,danmakamnya sepanjang hampir 2 meter.

15.                                Umpak Songo
Merupakan Batu persegi yang jumlahnya ada sembilan dan merupakan dasar bangunan kedaton Blambangan, bukti otentik terdapat penemuan keramik 1250M (DinastiSing),1350(DinastiYan) dan 1525M (Dinasti Ming).

16.                                Siti hinggil
Siti(tanah) dan Hinggi(tinggi) merupakan tempat pengintaian pada masa kerajaan Blambangan berkedudukan di Ulu pang-pang.

17.  Bale Kambang
Berada didesa Sukosari yang mana pada masa Kerajaan Belambangan, wilayah tersebut dibagi menjadi tiga yakni; Alas Purwo (sanggar Pamujan) , Lo Pang-pang (Ibukota Blambang) dan Gunung Srawet (Tempat suplay makanan).

18.  Makam Wong Agung Wilis

Makam Wong Agung Wilis terletak di Pantai Seseh Bali. Menurut masyarakat Bali, karena masih keturunan Raja maka makam Wong Agung Wilis dikeramatkan dan dianggap sebagai salah satu Wali tujuh yang ada di Pulau Bali.








































2 komentar:

  1. Siapakah Raden Panji Citro Kusumo yang makamnya ada di Rogojampi Banyuwangi?

    BalasHapus
  2. Adakah yg tau makam sri tanjung dan sidopekso letaknya?

    BalasHapus